Demi Kepastian Hukum dan Keadilan Ruang, Penataan Batas Kawasan Hutan di Banyumas Sasar 14 Desa


Demi Kepastian Hukum dan Keadilan Ruang, Penataan Batas Kawasan Hutan di Banyumas Sasar 14 Desa
Pemerintah melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Yogyakarta bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas memulai langkah strategis dalam penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan melalui program Penataan Batas Kawasan Hutan. Kegiatan ini menyasar 14 desa yang tersebar di delapan kecamatan di Kabupaten Banyumas dan dijadwalkan berlangsung secara bertahap mulai minggu ketiga Mei hingga Juli 2025. Program ini krusial untuk memberikan kepastian hukum atas status, posisi, letak, dan luas lahan yang selama ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat namun kerap beririsan dengan status kawasan hutan.
Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI, Ir. Moech Firman Fahada, dalam acara Rapat Trayek Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTPKH) di Kabupaten Banyumas, yang diselenggarakan di Smartroom Command Center Purwokerto. Menurut Firman, persoalan tumpang tindih antara pemukiman warga, lahan pertanian masyarakat, dan status kawasan hutan seringkali menjadi kendala signifikan bagi warga, terutama dalam mengakses program legalitas tanah yang difasilitasi pemerintah, seperti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Banyak kasus yang kami temui di lapangan, sebagai contoh di Desa Kemawi, di mana masyarakat mengalami kesulitan untuk mengikuti program PTSL karena sebagian lahan garapan atau bahkan permukiman mereka secara administrasi masih tercatat sebagai bagian dari kawasan hutan. Ini menjadi sangat penting untuk kita tata ulang batasnya agar jelas dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak," ujar Firman dalam keterangan persnya.
Penataan batas ini akan menyentuh desa-desa di delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Ajibarang, Baturaden, Cilongok, Gumelar, Lumbir, Patikraja, Purwojati, dan Kecamatan Sumpiuh. Proses ini diharapkan dapat mengurai benang kusut permasalahan agraria yang telah berlangsung lama di wilayah-wilayah tersebut.
Langkah Strategis untuk Keadilan Ruang dan Kesejahteraan
Wakil Bupati Banyumas, Dwi Asih Lintarti, yang secara resmi membuka kegiatan Rapat Trayek PPTPKH, menyambut baik dan mendukung penuh program ini. Ia menyebut bahwa program PPTPKH merupakan sebuah langkah strategis dan fundamental untuk mewujudkan keadilan ruang serta memberikan legalitas lahan bagi masyarakat yang selama ini hidup dan menggantungkan mata pencahariannya di sekitar kawasan hutan.
"Kami dari Pemerintah Kabupaten Banyumas sangat mengapresiasi dan mendukung program ini. Kita semua berharap hasil dari kegiatan penataan batas ini tidak hanya berhenti pada terbitnya legalitas dokumen semata, tetapi yang lebih penting adalah benar-benar berdampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup," tutur Dwi Asih Lintarti.
Senada dengan Wakil Bupati, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Sekda) Banyumas, Junaidi, menambahkan bahwa upaya sosialisasi terkait penggunaan kawasan hutan oleh masyarakat sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas sejak tahun 2023. Dari total usulan seluas 112 hektare lahan yang diajukan untuk dilepaskan atau diubah statusnya, Kabupaten Banyumas telah mendapatkan persetujuan awal untuk pelepasan seluas 5,46 hektare.
"Penting untuk dipahami bahwa program PPTPKH ini bukan bertujuan untuk melakukan alih fungsi hutan secara serampangan atau deforestasi. Ini lebih merupakan bentuk `amnesti` atau kebijakan afirmatif dari pemerintah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang telah secara turun-temurun menguasai dan memanfaatkan lahan tersebut. Dengan adanya kepastian hukum, mereka dapat menjalankan usaha secara legal, mendapatkan akses terhadap program bantuan pemerintah, serta meningkatkan produktivitas lahannya," jelas Junaidi.
Mekanisme PPTPKH dan Manfaat Jangka Panjang
Program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTPKH) merupakan salah satu instrumen dalam kerangka besar Reforma Agraria yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Tujuannya adalah untuk menata ulang penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) agar lebih berkeadilan dan berkelanjutan. BPKH, sebagai unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), memiliki peran sentral dalam melakukan pemantapan kawasan hutan, termasuk penataan batas dan inventarisasi penguasaan tanah.
Proses penataan batas ini akan melibatkan serangkaian tahapan, mulai dari sosialisasi kepada masyarakat dan para pihak terkait, identifikasi subjek dan objek tanah, pengukuran dan pemetaan partisipatif, hingga musyawarah untuk penetapan batas. Keterlibatan aktif masyarakat menjadi kunci keberhasilan program ini agar hasilnya dapat diterima oleh semua pihak dan tidak menimbulkan konflik baru.
Manfaat yang diharapkan dari program ini bersifat multidimensional. Bagi masyarakat, manfaat utamanya adalah diperolehnya pengakuan dan kepastian hukum atas lahan yang mereka garap. Hal ini akan membuka akses mereka terhadap berbagai program pemerintah, termasuk sertifikasi tanah melalui PTSL, akses permodalan ke lembaga keuangan formal, serta bantuan sarana produksi pertanian atau usaha lainnya. Dengan legalitas, nilai ekonomi lahan juga berpotensi meningkat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan.
Dari sisi pemerintah, penataan batas ini akan menghasilkan data dan peta kawasan hutan yang lebih akurat dan mutakhir. Ini penting untuk perencanaan pembangunan yang lebih baik, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta penyelesaian konflik tenurial. Dengan batas yang jelas, upaya penegakan hukum terhadap perambahan hutan ilegal juga dapat dilakukan secara lebih efektif.
Menjaga Keseimbangan Ekologi dan Ekonomi
Pemerintah Kabupaten Banyumas menaruh harapan besar bahwa kegiatan penataan batas kawasan hutan ini dapat menjadi titik awal dari sebuah model tata kelola kehutanan yang lebih inklusif, partisipatif, dan berpihak pada kepentingan masyarakat, tanpa mengesampingkan fungsi vital ekologis kawasan hutan. Keseimbangan antara kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat dengan kelestarian fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan menjadi prioritas utama.
Meskipun program ini memberikan ruang bagi pengakuan hak masyarakat atas tanah yang telah lama mereka kuasai di dalam kawasan hutan, komitmen untuk menjaga kelestarian hutan tetap harus ditegakkan. Masyarakat yang nantinya mendapatkan legalitas diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga hutan, misalnya dengan menerapkan praktik pertanian agroforestri atau terlibat aktif dalam program perhutanan sosial yang mengedepankan pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
Keberhasilan program PPTPKH di 14 desa ini akan menjadi preseden positif dan dapat direplikasi di wilayah lain yang menghadapi permasalahan serupa. Kolaborasi yang erat antara BPKH Wilayah XI, Pemerintah Kabupaten Banyumas, pemerintah desa, dan partisipasi aktif masyarakat menjadi prasyarat mutlak untuk mewujudkan tujuan mulia dari program ini, yakni terciptanya keadilan agraria, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan di Kabupaten Banyumas.